Oleh: Amin Muchtar
Tulisan ini diberi judul Fiqih Uang karena tulisannya membahas berbagai hal tentang uang dari mulai deskripsi, penggunaan, sampai kepada tinjauan Islam terhadap uang. Disarankan untuk membuka edisi sebelumnya (Fiqih Uang 4) disini.
B. Sejarah Khusus (Perkembangan Uang Dalam Islam)
Mata uang yang digunakan masyarakat Arab pra Islam adalah emas dan perak. Dari kedua logam mulia tersebut kemudian dicetak Dinar (koin emas) dan Dirham (koin perak). Sebenarnya mata uang ini dibentuk dan dicetak oleh Kekaisaran Romawi, berukiran gambar raja dan bertuliskan huruf Romawi. Sehubungan dengan itu Ibnu Abdil Barr menjelaskan, “Kata Dinar adalah arabisasi dari kata Denarius. Dinar adalah mata uang romawi kuno, dan masih berlaku disebagian Negara eropa. Dalam injil disebutkan nama dinar berkali-kali. Dinar ditimbang dalam satuan mistqal. Satu mistqal sama dengan 72 biji gandum yang sedang. Tidak ada perubahan pada masa jahiliyah dan pada masa permulaan Islam.”Orang-orang Arab Quraisy (penduduk Makkah) sering melaksanakan perdagangan ke berbagai pelosok wilayah, baik ke wilayah Romawi di negeri Syam (yang sekarang meliputi Palestina, Yordania, Syiria, dan Libanon) ataupun ke wilayah Persia di Irak dan sekitarnya. Ketika mereka kembali dari Syam, mereka biasanya membawa Dinar. Begitu juga ketika mereka kembali dari Irak, mereka membawa Dirham. Dari gambaran keadaan di atas tampak jelas bahwa mata uang emas dan perak sudah digunakan oleh bangsa Romawi (emas) dan Persia (perak) yang notabene jauh sebelum Islam datang.
Mata uang Dinar dan Dirham yang mereka bawa tidak dipakai untuk melakukan transaksi, akan tetapi mereka menggunakan kedua mata uang tersebut untuk timbangan saja. Maksudnya untuk menghindari penipuan (mata uang yang semakin banyak beredar di kalangan mereka), mereka bersandar pada timbangan. Dan mereka masih belum berpikir ke arah taraf pencetakan uang (atau menjadikan uang Dinar dan Dirham untuk transaksi). Adapun timbangan yang biasa mereka gunakan adalah: rithl, uqiyah, nasy, nuwat, mitsqal, dirham, daniq, qirath, dan habbah. Demikianlah seterusnya sampai Islam datang. Dan sepanjang kehidupan Nabi Muhmmad saw. (pembawa risalah Islam), beliau tidak merekomendasikan perubahan apapun terhadap mata uang. Artinya Nabi membenarkan praktek ini. Dalam ilmu hadis hal ini disebut hadis fi'li (berupa perbuatan) dan taqriri (berupa persetujuan), yaitu jenis hadis yang tidak diucapkan, tetapi dilakukan atau direkomendasikan. Penggunaan mata uang Dinar dan Dirham terus berlangsung pada masa pemerintahan Abu Bakar (11-13 H/632-634 M), Umar (13-32 H/634-644 M), Usman (23-35 H/644-656 M), dan Ali (35-40 H/656-661 M)
Pada masa pemerintahan Umar, mata uang Dirham ditambahi dengan tulisan “Bismillah” dan “Bismillahirabbi”. Keadaan ini terus berlangsung sampai masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada tahun 75 H/694 M, Ibnu Marwan mulai mencetak Dirham yang bercirikan khas Islam. Dan pada tahun 77 H/696 M, beliau mencetak Dinar yang bercirikan Islam pula dengan meninggalkan semua ciri-ciri Romawi dan Persia yang masih digunakan pada masa pemerintahan sebelumnya.
Di zaman Bani Abbasiyah (132-656 H/750-1258 M) mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus (kion tembaga). Dengan munculnya fulus, timbul kecenderungan di kalangan para gubernur untuk mencetak fulusnya masing-masing, sehingga beredar banyak jenis fulus dengan nilai yang berbeda-beda. Keadaan inilah yang mendorong munculnya profesi baru yaitu penukaran uang yang disebut jihbiz. Di zaman itu, jihbiz tidak saja melakukan penukaran uang namun juga menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Bila di zaman Rasulullah saw. satu fungsi perbankan dilaksanakan oleh satu individu, maka di zaman Bani Abbasiyah ketiga fungsi utama perbankan dilakukan oleh satu individu jihbiz.
Demikianlah standar mata uang Islam dengan menggunakan emas (Dinar) dan perak (Dirham) telah dijalankan selama masa pemerintahan Islam, yaitu sejak Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah dari Mekkah pada abad 7 hingga berakhirnya pemerintahan Islam Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924. Berarti mata uang Islam telah diterapkan melalui sistem pemerintahan Islam selama 13 abad. Dari penggunaan tersebut ulama mengambil kesimpulan hukum bahwa sistem mata uang emas dan perak adalah sistem mata uang yang dibenarkan secara syar'i. Artikel Fiqih Uang ini masih berlanjut. Bersambung Fiqih Uang 6.
Sebarkan melalui →