PENDAHULUAN
Pada tahun ke-2 Hijriyah Zakat
disyariatkan, zakat merupakan harta yang sangat dianjurkan untuk diambil oleh
para shahabat yang diutusnya. Rasulallah SAW mengutus para wakilnya untuk mengumpulkan
zakat dari orang kaya dan membagikannya kepada para mustahiq. Demikian juga
pada zaman abu Bakar as-Shiddiq dan Umar Bin Khattab pun demikian, harta zakat,
baik itu yang sifatnya dzahir (tanaman, buah-buahan, dan ternak) maupun harta
bathin (harta emas, perak, perniagaan dan harta galian), semuanya mesti
dihimpun dan dibagikan oleh amilin. Baru pada zaman khalifah Utsman, meskipun
awalnya mengikuti jejak orang-orang sebelumnya, mengeluarkan kebijakan untuk
menyerahkan wewenang pelaksanaan zakat dari harta bathin kepada para muzaki pun
diberlakukan dari semenjak ini tumbuhlah berbagai pemahaman dan pandangan
mengenai keharusan zakat dikelola oleh amilin atau individu atau sebagian harta
oleh individu dan sebagiannya harus oleh amilin.
Beberapa orang Sahabat yang diangkat oleh
Rasulullah SAW sebagai petugas zakat dikirim ke kabilah-kabilah di berbagai
daerah Islam. Dibawah ini ada beberapa Sahabat RA yang pernah menjadi petugas
pengumpul zakat beserta pengutusan kabilahnya ialah sebagai berikut:
- Yazid bin Al-Hushain ke Aslam dan Ghifar.
- Abbad bin Bisyr ke Sulaim dan Muzainah.
- Rafi' bin Mukaits ke Juhainah.
- Amru bin AlAsh ke Bani Farazah.
- Adh-Dhahak bin Sufyan ke Bani Kilab.
- Basyir bin Sufyan ke Bani Ka'b.
- Ibnul Latibah Al-Uzdi ke Bani Dzubyan.
- Al-Muhajir bin Abu Umayyah ke Shan'a.
- Ziyad bin Lubaid ke Hadramaut.
- Adi bin Hatim ke Tha'i dan Bani Asad.
- Malik bin Nuwairah ke Bani Hanzhalah.
- Az-Zibriqan bin Badr ke sebagian Bani Sa'd.
- Qais bin Ashim ke sebagian Bani Sa'd yang lain.
- Al-A'la bin Al-Hadrami ke Al-Bahrain.
- Ali bin Abi Thalib ke Najran, untuk mengumpulkan sedekah dan sekaligus jizyah.
Kebijakan para Khalifah mengenai Amil Zakat
Kebijakan mengenai amil zakat Pada masa
khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq selama kurang lebih 27 bulan, melanjutkan apa
yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Suatu ketika pada saat penarikan
zakat oleh amil zakat, terjadi penolakan penunaian zakat dari harta oleh
sebagian umat muslim yang lemah imannya. Sehingga peristiwa tersebut membuat
khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq murka yang kemudian mengeluarkan pernyataan yang
terkenal dalam sejarah Islam, memerangi terhadap orang-orang yang murtad yang
membedakan antara shalat dan zakat"
Pada masa kepemimpinan Umar bin Khottob
selama 10 tahun (13 H-23 H/634 M-644 M), maka kebijakan yang berkaitan dengan
petugas zakat yang diterapkan oleh khalifah pada dasarnya hanya meneruskan
kebijakan-kebijakan yang telah dirintis oleh para pemimpin Islam pendahulunya
(Rasulallah SAW dan khalifah Abu Bakr Ash-Shiddiq). Dalam sebuah atsar
disebutkan bahwa Beliau menyuruh para amil zakatnya untuk mengulang-ulang
pemberian terhadap golongan fakir dan miskin. Hal ini didasarkan pada Al-Quran
Surat At-Taubah ayat 60
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, Ada
suatu kebijakan baru meskipun awalnya mengikuti jejak orang-orang sebelumnya,
dikarenakan melimpahnya harta bathin ketimbang harta dzahir disamping banyaknya
kaum muslimin yang gelisah dikala diadakan pemeriksaan serta pengawasan
terhadap hartanya, keputusan untuk menyerahkan wewenang pelaksanaan zakat dari
harta bathin kepada para muzaki pun diberlakukan. Dari semenjak ini tumbuhlah
berbagai pemahaman dan pandangan mengenai keharusan zakat dikelola oleh amilin
atau individu atau sebagian harta oleh individu dan sebagiannya harus oleh
amilin.
Pada masa khalifah Ali Abi Thalib Kebijakan
baru, terlihat dalam masalah objek zakat, dimana dengan bertambah luasnya
wilayah yang dikuasai umat Islam maka sejalan dengan itu pula ditemukan
beberapa objek zakat yang baru. Dan tentu saja penetapannya sebagai objek zakat
yang baru harus berdasarkan pada kebijakan khalifah yang sedang memimpin dengan
persetujuan para Sahabat pada saat itu yang paham terhadap syariat Islam
Pada dasarnya setiap masa dari pemerintahan
umat Islam mulai dari masa Rasulallah SAW dan Khulafaurrasyidin, mempunyai
kebijakan yang sama terkait dengan petugas zakat. Sedangkan perbedaan hanya
terjadi pada aspek teknis operasional dari amil zakat, karena umat Islam dari
waktu ke waktu semakin bertambah.
Seiring dengan berjalannya reformasi, mucul
semangat masyarakat untuk melaksanaan syari'at Islam yang benar. diantaranya
ditandai dengan kesadaran masyarakat untuk mengatur pengelolaan zakat. Yang
kemudian lahirlah Undang-Undang Tentang Pengelolaan Zakat yaitu No. 38 tahun
1999. Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah sebagai penyelenggara negara telah
mengakomodasi masyarakat untuk dapat melaksanakan ajaran Islam terutama
mengenai pengelolaan zakat dengan membuat peraturan-peraturan yang mengatur
tentang masalah yang berkaitan dengan zakat serta membentuk badan nasional yang
melayani secara operasional aspek teknisnya.
Lahirnya Undang-Undang No. 38 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Zakat, mendorong kepada Jam'iyyah Persatuan Islam untuk
mendirikan Lembaga Amil Zakat sendiri, maka pada tahun 2001 lahirlah Pusat
Zakat Umat yang selanjutnya disebut PZU dengan SK Menteri Agama RI no. 552
Tahun 2001 ini merupakan Lembaga Amil Zakat yang resmi milik Persatuan Islam yaitu
sebuah Lembaga pengelola Zakat, infaq dan shadaqah yang berkhidmat untuk
peningkatan kesejahteraan umat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dakwah,
sosial dan ekonomi.
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 mengalami
penyempurnaan, maka keluarlah Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 sebagai
penyempurnaan dari Undang-Undang tersebut. Sedangkan substansi UU Pengelolaan
Zakat yang baru tersebut, lebih ditekankan kepada pengaturan yang terkait
dengan kelembagaan. Hal ini bisa dipahami karena Undang-Undang Pengelolaan Zakat
yang baru ini sangat terkait dengan aspek teknis yang tidak bisa dipisahkan
dengan lembaga pelaksana"
Secara defenitif, Lembaga Amil Zakat (LAZ)
yang dibentuk oleh masyarakat, merupakan institusi yang bertugas dalam
pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah. Yaitu bahwa Pengelolaan zakat adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan peng-koordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah" berdasarkan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat
Amil berasal dari kata bahasa Arab
'amila-ya'malu yang berarti bekerja, amil adalah orang yang bekerja dalam
zakat, Menurut Qardhawi yang dimaksudkan amil zakat dipahami sebagai pihak yang
bekerja dan terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam hal
pengelolaan zakat. Jika yang mengelola adalah lembaga, maka semua pihak yang
terkait dengannya adalah amil, baik itu direkturnya, para pegawai di bidang
manajemen, keuangan, pendistribusian, pengumpulan, keamanan dan lain-lain.
Mereka ini mendapatkan gaji dari bagian Amil Zakat tersebut.
Pengertian Amil menurut pendapat para ulama
Imam Syafi'i mendefinisikan Amil zakat
yaitu orang-orang yang dipekerjakan oleh Imam (pemerintah) untuk mengurus
zakat. Mereka adalah para karyawan yang bertugas mengumpulkan zakat, menulis
(mendatanya) dan memberikan kepada yang berhak menerimanya". Dimasukkannya
Amil sebagai Asnaf menunjukkan bahwa Zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas
yang hanya diberikan kepada seseorang (individual), tapi merupakan tugas jamaah
(bahkan menjadi tugas negara). Zakat punya anggaran khusus yang dikeluarkan
daripadanya untuk gaji para pelaksananya.
Imam Hanafi memberikan pengertian yang
lebih umum yaitu orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.
Pendapat Imam Hanbal yaitu pengurus zakat,
yang diberi sekadar upah dari pekerjaannya (sesuai dengan upah pekerjaanya).
Sedangkan pengertian Amil menurut Imam
Maliki lebih spesifik yaitu pengurus zakat, penulis, pembagi, penasihat, dsb.
Syarat amil harus adil dan mengetahui segala hukum yang bersangkutan dengan
zakat.
Imam at-Thabari menyatakan:
وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَهُمُ السُّعَاةُ فِي
قَبْضِهَا مِنْ أَهْلِهَا وَوَضْعِهَا فِي مُسْتَحِقِّيْهَا يُعْطُوْنَ ذَلِكَ باِلسِّعَايَةِ
أَغْنِيَاء كَانُوْا أَوْ فُقَرَاءُ
Amil adalah para wali yang diangkat untuk
mengambil zakat dari orang berkewajiban membayarnya, dan memberikannya kepada
yang berhak menerimanya. Mereka ('amil) diberi (bagian zakat) itu karena
tugasnya, baik kaya ataupun miskin.
Imam al-Mawardi, menyatakan:
وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَهُمْ اَلْمُتَوَلَّوْنَ
جِبَايَتَهَا وَتَفْرِيْقِهَا فَيُدْفَعُ إِلَيْهِمْ مِنْهَا قَدْرَ أُجُوْرِ أَمْثَالِهِمْ
Amil adalah orang yang diangkat untuk
mengumpulkan zakat dan mendistribusikan-nya. Mereka dibayar dari zakat itu
sesuai dengan kadar upah orang-orang yang sepadan dengan mereka.
Imam al-Qurthubi menyatakan:
وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا يَعْنِيْ السُّعَاةُ
وَالجُبَّاةُ الَّذِيْنَ يَبْعَثُهُمْ الإمَامُ لِتَحْصِيْلِ الزَّكاَةِ بِالتَّوْكِيْلِ
عَلَى ذَلِكَ
Amil zakat adalah para wali dan pemungut
zakat yang diutus oleh Imam/Khalifah (kepala negara) untuk mengumpulkan zakat
dengan status wakalah.
Imam as-Syaukani, menyatakan:
وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا أَيْ السُّعَاةُ وَالْجُبَاةُ
الَّذِيْنَ يَبْعَثُهُمُ الإمَامُ لِتَحْصِيْلِ الزَّكَاةِ فَإِنَّهُمْ يَسْتَحِقُّوْنَ
مِنْهَا قِسْطًا
Amil adalah orang yang diangkat menjadi
wali dan memunggut zakat, yang diutus oleh Imam/Khalifah (kepala negara) untuk
mengumpulkan zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat itu.
Imam as-Sarkhasi, menyatakan:
وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَهُمُ الَّذِيْنَ يَسْتَعْمِلُهُمُ
الإمَامُ عَلَى جَمْعِ الصَّدَقَاتِ وَيُعْطِيْهِمْ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ كِفَايَتَهُمْ
وَكِفَايَةَ أَعْوَانِهِمْ وَلاَ يُقَدَّرُ ذَلِكَ بِالثَّمَنِ
Amil adalah orang yang diangkat oleh
Imam/Khalifah menjadi pekerja untuk mengumpulkan sedekah (zakat). Mereka diberi
dari apa yang mereka kumpulkan sekadar untuk kecukupan mereka dan kecukupan
para pembantu mereka. Besarnya tidak diukur dengan harga (upah).
Sedangkan Sayid Sabiq mengatakan,
"Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil
penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil
zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak
zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat."
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh
para ulama di atas, dapat disimpulkan, bahwa Amil Zakat adalah orang/wali yang
diangkat oleh Imam/Khalifah untuk memungut zakat dari para muzakki, dan
mendistribusikannya kepada para mustahiq-nya. Tugas yang diberikan kepada Amil
tersebut merupakan wakalah (mewakili) dari tugas yang semestinya dipikul oleh
Imam/Khalifah (kepala negara). Sebab, hukum asal tugas mengambil dan
mendistribusikan zakat tersebut merupakan tugas Imam/Khalifah.
Fungsi Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan
organisasi yang tumbuh atas dasar inspirasi masyarakat sehingga pergerakannya
lebih cenderung pada usaha swasta atau swadaya. Yang menjadi pekerjaan amil
zakat paling besar adalah adalah pengelolaan dan pendistribusian serta
pengadmistrasian zakat. Penghimpunan zakat merupakan usaha amil dalam
menghimpun zakat dari para muzaki, hal ini menjadi usaha penting bagi LAZ,
bagaimana caranya agar zakat bisa terhimpun dengan sebanyak-banyaknya, demikian
juga dengan pendayagunaan menjadi usaha penting bagi LAZ dalam menditribusikan
zakat kepada mustahik yang sesuai dengan syari'at, yang tidak kalah penting
lagi bagi LAZ adalah pengadministrasian baik dari penghimpunan maupun dari
pendistribusian semua harus tercatat dan dapat dipertanggung jawabkan
Besar-kecilnya dana zakat yang bisa
dihimpun tentu tergantung dari kepercayaan para muzaki dalam menitipkan
zakatnya pada lembaga tersebut dan tumbuh-tidaknya kepercayaan muzaki terhadap
lembaga tersebut tentu bergantung pada bagus tidaknya kinerja lembaga tersebut,
baik dari penghimpunan, pendistribusian maupun pengadministrasian
Penghimpunan Zakat
Kegiatan menghimpun zakat, seperti halnya
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW juga Khulafaurrosyidin, merupakan kegiatan
atau usaha amilin dalam menghimpun zakat, yaitu dengan menjemput atau mengambil
dari tempat amilin. Selain mengambil zakat, para amilin yang bertugas mengambil
zakat juga mesti mendoakan orang-orang yang mengeluarkan zakat. Dalam hadits
riwayat Bukhori dan Muslim, 'Abdullah Bin Abi 'Aufa berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا أَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَةٍ قَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِمْ )صحيح البخاري
- (ج 13 / ص 67) صحيح مسلم - (ج 5 / ص 332)
Adalah Rasulallah shallallahu 'alaihi wa
sallam, ketika datang kepadanya salah satu kaum yang membayar zakat, beliau
mendoakannya: "allahumma shalli 'alaihim" ya Allah berikanlah
shalawat (kesejahteraan) kepada mereka (HR. Bukhori Muslim)
Selain itu, para penghimpun zakat juga
berkewajiban untuk berusaha mengingatkan umat untuk membayar zakat. Hal ini
terjadi seperti yang dilakukan Rasulallah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada
Mu'adz tatkala mengutusnya ke suatu negeri.
Mekanisme dan Pos-pos Pendistribusian Zakat
Zakat yang belum banyak disadari oleh kaum
Muslimin Indonesia, kalau dibandingkan antara muzakki dengan mustahik, maka
akan lebih banyak mustahiknya diabanding dengan muzakkinya yang pada gilirannya
dana zakat yang terhimpun tidak sebanding dengan kebutuhan atau jumlah mustahik
yang membutuhkan pertologan zakat. Kondisi seperti ini tentu para amilin mesti
mengelola zakat yang penuh keterbatasan itu dapat menghasilkan output yang
optimal, usaha seperti ini akan terwujud hanya apabila penyaluran zakat lewat
lembaga ketimbang menyalurkannya secara langsung oleh muzakki.
Pendistribusian zakat dari zakat yang
berhasil dihimpunnya bisa disalurkan kepada post-post (ashnaf) yang sesuai
dengan yang ditetapkan oleh syari'at Islam, sebagaimana Allah berfirman
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ
وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ [التوبة : 60]
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60)
Sedangkan mustahik yang telah ditetapkan
oleh syari'at sebagaimaba yang diterangkan dalam surat at-Taubah ayat 60 diatas
yaitu orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan
a.
Faqir,
adalah seseorang yang sama sekali tidak memiliki harta, atau memiliki sedikit
harta atau penghasilan dari suatu pekerjaan namun tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidup
b. Miskin,
adalah seseorang yang memiliki harta atau penghasilan dari suatu pekerjaan namun
tidak mencukupinya.
c.
Amil
zakat, yaitu orang yang mengusahakan pengelolaan dan penghimpunan zakat dari
orang-orang kaya.
d. Al-Mu'allafatu
qulubuhum (orang yang dibujuk hatinya) yang termasuk ke dalam kelompok ini,
dalam catatan Ibn Katsir, terbagi kepada beberapa macam di antaranya; jika dia
diberi (harta zakat) ia bakalan masuk Islam, jika diberi ia bakalan lebih bagus
keislamannya dan lebih kuat hatinya dalam keimanan, dan jika dengan
diberikannya (harta zakat itu) akan tampak kepadanya kebaikan Islam, dan dari
sebagian mereka, yang jika diberikannya zakat itu, akan menarik perhatian orang
yang berkewajiban zakat. (Ibn Katsir [Op. Cit.], hlm: 385-386)
e.
Riqab,
adalah membebaskan hamba sahaya (budak) dalam arti, harta zakat diberikan untuk
membebaskan seseorang dari status budak dari tuannya. Dalam hal ini terlihat
bagaimana usaha Islam menghilangkan adanya perbudakan di dunia ini.
f. Al-Gharimun,
yaitu orang yang berutang dan tidak sanggup untuk melunasinya setelah seluruh kekayaannya habis.
g. Fi
sabilillah, yaitu orang yang berjuang untuk menegakkan agama Allah SWT.
Sebagian ulama ada yang mepertimbangkan para mujahid ini mesti mendapat harta
zakat karena mereka telah rela meninggalkan pekerjaan mencari nafkah keluarga
demi membela kalimah Allah SWT., sehingga mereka tidak sempat lagi bekerja dan
menafkahi keluarganya. Dengan pertimbangan ini sehingga para ulama ada yang
mengambil kesimpulan kalau para aktivis Islam yang tidak sempat mencari nafkah,
seperti Da'i, pelajar dan sebagainya, juga termasuk ke dalam kelompok mujahid
dan berhak mendapat bagian zakat. Dan memasukan aktifitas-aktifitas perjuangan
seperti pendidikan dan dakwah, kemudian sarana penunjang ibadah, kepada
kelompok fie sabilillah ini bukan hanya atas dasar pertimbangan logika semisal
di atas saja. Melainkan benar-benar atas dasar nash Rasulullah yang kuat
menjelaskan persoalan tersebut.
Ya Ummu Ma'qil! Apa yang menghalangimu keluar (Pergi
mengerjakan Haji)? Ia menjawab: Kami telah bersedia, tetapi tiba-tiba Abu
Ma'qil meninggal dunia, sementara onta kami yang kami kendarai untuk naik haji
itu telah diwakafkan oleh Abu Ma'qil untuk Fi sabilillah. Maka sabda Rasul:
"Sayang! Mengapa engkau tidak berangkat dengan menunggangnya, padahal
hajji itu sebahagian dari sabilillah" HR. Abu Dawud.
h.
Ibn sabil,
para ulama berpendapat bahwa ibn sabil ini meliputi, orang yang mengadakan
perjalanan dari tempat mukimnya ke tempat lain dan orang asing yang sedang
dalam perjalanan yang kehabisan bekal. Meskipun tidak secara detail, setidaknya
terhadap kelompok-kelompok inilah harta zakat mesti disalurkan.
Daftar Pustaka
- Al-Quran Al-Karim. 2003. Quran in Word (Software).Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2008. Pelajaran Mengenai Puasa, Tarawih dan Zakat(Ebook)(Terj.). Maktabah Raudhah Al-Muhibbin http://www.raudhatulmuhibbin.org. (Diakses tanggal 21 Mei 2013 pukul 17.10 WIB).
- At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa. Jami At-Tirmidzi (Software kitab 9 Hadits). Lidwa Pusaka.
- Bin Anas, Malik. Muwattha Imam Malik (Software kitab 9 Hadits).
- Lidwa Pusaka.
- Bin Sallam, Abu Ubaid Al-Qosim. 2006. Ensiklopedia Keuangan Publik (Terj.). Jakarta:Gema Insani Press.
- Bin Al-Asy'ats, Sulaiman. Sunan Abu Daud(Software kitab 9 Hadits). Lidwa Pusaka.
- Bin Al-Hajjaj, Muslim. Shahih Muslim (Software kitab 9 Hadits). Lidwa Pusaka.
- Bin Hanbal, Ahmad bin Muhammad. Musnad Imam Ahmad (Software kitab 9 Hadits). Lidwa Pusaka.
- Bin Majah, Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu Majah (Software kitab 9 Hadits). Lidwa Pusaka.
- Herdiansyah, Haris. 2012. Metode Penelitian Kualitatif (Untuk ilmu-ilmu sosial). Jakarta: Salemba Humanika.
- Katsir, Ibnu. 2004. Al-Bidayah wan Nihayah: Masa Khulafaurrasyidin (Ebook) (Terj.). Jakarta: Darul Haq.
- Manzhur, Ibnu. 1955. Lisanul Arab (Ebook). Kairo: Darul Maarif.Narbuko, Cholid. 1997.
- Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara Pustaka.
- Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia (Ebook).Jakarta:
- Departemen Pendidikan Nasional.Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
- Yuwono, Trisno dan Pius Abdullah. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. Surabaya: Arkola.
Itulah artikel mengenai pengertian amil zakat dari kami, semoga bisa menambah wawasan kita. Untuk informasi dan pertanyaan, silahkan isi kolom komentar dibawah. Syukron katsieron. [RR]
Sebarkan melalui →